Apa sih sebenarnya hari Kartini itu? Mengapa harus ada peringatan hari Kartini? Apakah setiap hari Kartini itu hanya sebatas diperingati dengan memakai pakaian kebaya?
Yukk simak biografi singkat Kartini dari Syasya Dian kelas X IPS…
Tentu masyarakat Indonesia sudah kenal dengan potongan lagu yang berbunyi “Wahai ibu kita kartini puteri yang mulia, sungguh besar cita – citanya bagi Indonesia”. Potongan lagu tersebut merupakan lagu persembahan Indonesia untuk kemuliaan dan perjuangan ibu Kartini di era penjajahan.
Siapa yang tidak mengenal Kartini. Beliau merupakan salah satu pahlawan wanita Indonesia yang rela berjuang untuk rakyat Indonesia di masa penjajahan. Beliau adalah wanita terdidik yang memiliki harapan atas kesamaan gender. Di masa itu memang wanita tidak dihargai, tidak boleh mendapatkan pendidikan yang layak hanya tugasnya harus di rumah mengurus suami, anak dan memasak. Kemudian R.A. Kartini berjuang agar wanita tidak ditindas dan bisa sejajar dengan pria lewat sebuah perjuangannya yang menyuarakan kebenaran. Beliau memang wanita cerdas yang pemberani hingga semua yang dilakukan memberi arti yang sangat besar bagi wanita Indonesia sampai saat ini.
Peringantan hari Kartini didasari untuk mengingat besarnya jasa Kartini pada bangsa Indonesia terutama untuk kaum wanita. Pemerintahan Presiden Soekarno, Presiden Pertama Republik Indonesia mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964 yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini. Biasanya Hari Kartini diperingati dengan berbagai acara dan bagi kaum wanita mengenakan pakaian kebaya sebagai wujud kepribadian.
Raden Ajeng Kartini atau yang biasa dikenal sebagai R. A. Kartini merupakan sesosok wanita tangguh yang mendasari adanya emansipasi wanita di Indonesia. Beliau lahir di Jepara, Jawa Tengah pada tanggal 21 April 1879. Kartini yang dari kecil merasa tidak bebas untuk menentukan pilihannya dan juga merasa diperlakukan berbeda dengan saudara maupun teman-teman prianya karena terlahir sebagai seorang wanita, serta merasa kurang adil dengan kebebasan teman-teman wanitanya yang berada di luar negeri khususnya dengan para wanita Belanda. Hal tersebut menumbuhkan keinginan dan tekad di dalam hati Kartini untuk menjadikan para wanita di Indonesia juga mempunyai persamaan derajat yang sama dengan laki-laki, bahwa setiap wanita juga mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan. Demi mewujudkan keinginannya tersebut, Kartini mendirikan sekolah gratis untuk anak gadis di Jepara dan Rembang. Melalui sekolah gratis tersebut diajarkan pelajaran menjahit, menyulam, memasak, dan sebagainya. Sekolah gratis yang didirikan oleh kartini tersebut kemudian diikuti oleh wanita-wanita lainnya dengan mendirikan ‘Sekolah Kartini’ di berbagai tempat lain, seperti di Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, dan Cirebon. Perjuangan dan tekad Kartini untuk menyamakan derajat kaum wanita dengan kaum pria telah membuahkan hasil, yaitu dibuktikan dengan berkembangnya sekolah-sekolah untuk wanita, namun tidak seindah dengan hasil yang telah ia capai, Kartini sakit-sakitan dan wafat setelah melahirkan putra pertamanya yaitu pada usia 25 tahun, tanggal 17 September 1904.
Semasa hidupnya, Kartini sering menulis surat-surat yang ditujukan kepada para sahabatnya di Belanda, yang berisi tentang keinginan Kartini untuk melepaskan kaum wanita di Indonesia dari diskriminasi yang sudah membudaya pada zamannya. Kumpulan surat-surat itu, kemudian dijadikan buku yang berjudul Door Duistermis tox Licht, “Habis Gelap Terbitlah Terang”.
Banyak hal yang dapat kita teladani dari R.A. Kartini yaitu, (1) kepribadiannya, Meski kehidupan yang ia jalani tak sejalan dengan keinginannya, sikap R. A. Kartini tetap bisa menginspirasi seluruh kaum wanita di Indonesia. (2) Berani dan Optimis, Di masa hidupnya, opini Kartini seringkali ditentang oleh masyarakat di sekitarnya karena dianggap tidak sesuai dengan budaya dan norma yang ada. Namun Kartini tetap menyuarakan keyakinannya bahwa perempuan harus keluar rumah, belajar, dan mengejar cita-cita. Budaya pingit menurutnya hanya akan menutup kesempatan perempuan dalam melihat dunia. (3) Memiliki Tekad yang Bulat, meski terhimpit oleh sistem saat itu, Kartini tidak begitu saja menyerah untuk memajukan kaum wanita pribumi di Indonesia. Atas tekadnya yang tak tergoyahkan, suami Kartini, K. R. M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat yang saat itu menjabat sebagai Bupati Rembang mengizinkan Kartini untuk membuka sekolah khusus untuk mendidik pada perempuan dan anak-anak. Ia yakin, perbuatan kecilnya ini akan berdampak besar di masa depan. Terbukti, hingga di zaman modern ini, Kartini masih menjadi inspirasi atas gaung emansipasi wanita di Indonesia. (4) Tak Berhenti Belajar, Kartini terkenal akan sosoknya yang cerdas dan semangat belajarnya yang sangat tinggi. Usai berhenti bersekolah pada usia 12 tahun, Kartini tidak berhenti belajar dan terus berusaha untuk bisa menjadi pengaruh positif bagi orang-orang di sekitarnya. (5) Sederhana, Hidup di lingkungan bangsawan tak membuat Kartini senang berfoya-foya. Ia merupakan figur perempuan yang penuh dengan kesederhanaan dan kerendahan hati. Bahkan menurut berbagai sumber, saat ia melangsungkan pernikahannya, Kartini memilih tidak mengadakan pesta dan tidak memakai pakaian pengantin.
Mati satu tumbuh seribu. Kartini memang sudah tiada, namun semangat juangnya tidak boleh padam begitu saja. Maju terus para kartini muda. Selamat hari kartini.